Apakah kesehatan hari ini benar-benar untuk manusia? Atau sudah menjadi alat kekuasaan dan komoditas bisnis? Pertanyaan ini bukan sekadar spekulasi atau teori konspirasi. Ia bersumber dari sejarah kelam dunia medis yang dibongkar secara ilmiah oleh E. Richard Brown dalam bukunya yang fenomenal: Rockefeller Medicine Men: Medicine and Capitalism in America.
Buku ini bukan dongeng. Ia ditulis oleh seorang profesor dari University of California berdasarkan riset sejarah mendalam dari arsip Rockefeller Foundation, Carnegie Foundation, dan berbagai dokumen pendidikan kedokteran. Artikel ini akan merangkum secara ilmiah dan dalam inti dari buku tersebut agar umat Islam sadar—bahwa sistem medis modern seperti yang kita kenal hari ini, tidak lahir dari misi mulia menyembuhkan umat, tapi dari logika untung rugi korporasi.
—
1. Awal Mula: Saat Ilmu Kedokteran Dipeluk Kapitalisme
Di akhir abad ke-19, dunia kedokteran di Amerika masih sangat plural. Ada homeopati, naturopati, pengobatan spiritual, dan berbagai metode tradisional yang hidup berdampingan. Tapi situasinya berubah drastis saat American Medical Association (AMA) bersekutu dengan dua raksasa filantropi: Andrew Carnegie dan John D. Rockefeller.
Mereka membentuk Dewan Pendidikan Kedokteran dan membiayai proyek besar bernama Flexner Report (1908–1910). Melalui laporan ini, seorang pendidik bernama Abraham Flexner menilai 155 sekolah kedokteran di AS dan Kanada. Hasilnya? Ratusan ditutup karena dianggap tidak “ilmiah”. Hanya yang sesuai dengan standar baru—yang klinis, laboratorium, dan berorientasi riset—yang boleh bertahan.
Tapi tunggu dulu: siapa yang menentukan standar itu? Jawabannya: institusi yang dibiayai oleh Rockefeller dan Carnegie.
—
2. Dari Ilmu Menjadi Industri: Pengobatan Ilmiah Sebagai Alat Kekuasaan
Brown menyebut ini sebagai pergeseran besar: dari pengobatan sebagai pelayanan sosial, menjadi pengobatan sebagai industri kapital.
Apa buktinya?
- Sekolah kedokteran diseleksi bukan karena efektivitas penyembuhannya, tapi karena kesesuaiannya dengan paradigma biomedis modern.
- Pengobatan non-standar (seperti herbal, bekam, jamu, dll.) dihapuskan secara sistemik.
- Semua institusi medis diarahkan pada riset, teknologi mahal, dan spesialisasi—bukan pada perawatan dasar atau penyembuhan holistik.
Tujuannya jelas: sistem medis yang terpusat, mahal, dan hanya bisa diakses oleh yang punya uang. Sementara kelas pekerja dan rakyat miskin dijadikan objek, bukan subjek.
—
3. Investasi Rockefeller: “Filantropi” dengan Hegemoni
Brown membongkar bahwa dana-dana Rockefeller tidak murni amal. Ia menyebutnya “strategic philanthropy”: uang sumbangan yang diarahkan untuk membentuk sistem sosial sesuai kepentingan kelas kapitalis.
Contohnya:
- General Education Board menggelontorkan lebih dari $100 juta untuk sekolah medis yang tunduk pada model ilmiah Barat.
- Rockefeller Institute for Medical Research menjadi pusat riset dominan dan menyingkirkan pendekatan medis lain.
Filosofi mereka sederhana: pengobatan harus dijalankan secara ilmiah, modern, dan rasional—tapi hanya versi “rasionalitas” mereka sendiri, yang menguntungkan industri obat dan alat kesehatan.
—
4. Negara Mengadopsi Sistem Kapitalis Medis
Pasca Perang Dunia II, pemerintah AS mengambil alih model ini. Negara bukan memperbaiki ketimpangan, tapi malah memperkuat sistem. Dana miliaran dolar untuk riset, rumah sakit, dan teknologi medis disalurkan—tanpa merombak struktur dasarnya.
Brown menyebut bahwa negara dan korporasi akhirnya membentuk apa yang ia sebut “Medical-Industrial Complex”, mirip dengan konsep Military-Industrial Complex: sistem kekuasaan terpusat yang mengontrol arah ilmu dan pelayanan medis untuk mempertahankan dominasi kelas tertentu.
—
5. Apa Dampaknya bagi Umat?
Hari ini, kita bisa lihat jejaknya:
- Biaya pengobatan makin mahal, padahal kualitas penyembuhan belum tentu membaik.
- Obat-obatan dikomersialkan, bukan disesuaikan dengan akar masalah pasien.
- Dokter dididik untuk jadi teknisi biologis, bukan penyembuh manusia secara utuh.
- Pengobatan tradisional, holistik, dan spiritual dianggap inferior dan tidak ilmiah.
Dan semua ini bukan kecelakaan sejarah—tapi hasil desain sistematis selama lebih dari 100 tahun.
—
6. Saatnya Kembali ke Kesehatan yang Hakiki
Kesehatan adalah amanah, bukan komoditas. Ia bukan sekadar diagnosis dan obat, tapi kesimbangan tubuh, jiwa, dan ruh. Buku Brown adalah panggilan sadar: jangan biarkan kesehatan umat terus dikendalikan oleh logika pasar.
Di sinilah pentingnya pendekatan seperti QULBI Method dan FASCIA Hack—yang melihat manusia secara holistik: fisik, mental, spiritual. Yang menggabungkan ilmu modern dengan kearifan tradisional. Yang mengembalikan peran penyembuhan kepada nilai-nilai ilahiah, bukan hanya protokol dan paten.
—
7. Dari Rockefeller ke Bill Gates: Saat Filantropi Berubah Menjadi Kendali Kesehatan Global
Dulu, dunia kedokteran modern dikendalikan oleh Rockefeller dan Carnegie melalui “sumbangan” pendidikan medis. Kini, skenario yang nyaris sama terulang kembali—tapi dengan wajah baru: Bill Gates.
Bill Gates menyumbang triliunan rupiah melalui Bill & Melinda Gates Foundation. Ia terlibat aktif dalam:
- Pendanaan WHO, GAVI, dan berbagai badan kesehatan dunia.
- Riset dan distribusi vaksin global.
- Advokasi kebijakan kesehatan di negara berkembang.
Contohnya, seperti yang terjadi baru-baru ini di Indonesia: Gates Foundation menyumbang Rp 26 triliun tapi juga meminta Indonesia menjadi lokasi uji vaksin TBC. Bukankah ini mirip seperti “beli pengaruh” untuk mengarahkan kebijakan kesehatan?
Negara berkembang seperti Indonesia sering dijadikan tempat:
- Uji klinis vaksin dan obat baru.
- Eksperimen kebijakan kesehatan massal.
- Kampanye vaksin yang massif tanpa transparansi penuh.
Kenapa? Karena:
- Populasi besar = data banyak.
- Regulasi longgar = lebih mudah.
- Pemerintah cenderung menyambut dana asing tanpa negosiasi kritis.
Akibatnya, masyarakat bisa jadi kelinci percobaan tanpa sadar.
Pandemi COVID-19 membuka mata banyak orang. Banyak laporan efek samping yang dulu dianggap hoaks, kini mulai terbukti dan diakui. Silahkan baca di sini: Efek Vaksin.
Umat Islam perlu belajar dari pengalaman ini. Kita tak boleh menolak sains, tapi juga tak boleh tunduk pada logika farmasi global tanpa daya kritis.
—
Penutup: Bukan Konspirasi, Tapi Sejarah
Tulisan ini tidak mengajak pembaca untuk anti-kedokteran atau anti-teknologi. Tapi untuk berpikir kritis dan kembali seimbang. Karena sejarah telah membuktikan: ketika kesehatan dijadikan alat kapitalisme, yang sakit bukan cuma tubuh manusia—tapi juga nilai-nilai kemanusiaannya.
Dan seperti kata Brown, perubahan tidak akan datang dari atas. Ia harus datang dari masyarakat yang sadar, berdaya, dan mau membangun sistem kesehatannya sendiri.
Mari kita mulai dari sini. Dari kesadaran. Dari pertanyaan: Apakah sistem kesehatan yang kita jalani hari ini benar-benar melayani manusia? Atau hanya melayani pasar?
Referensi :
- Brown, E. Richard. Rockefeller Medicine Men: Medicine and Capitalism in America. University of California Press, 1979.
- Flexner, Abraham. Medical Education in the United States and Canada: A Report to the Carnegie Foundation for the Advancement of Teaching, Bulletin No. 4, 1910.
- Navarro, Vicente. “Medical Industrial Complex.” Monthly Review, Vol. 23, No. 8, 1971.
- The Guardian (2020). “How Bill Gates became the voodoo doll of COVID conspiracies.”
- GAVI.org. “GAVI and Gates Foundation Partnership.”
- Sindonews (2025). “Bill Gates Sumbang Rp26 Triliun tapi Minta Uji Vaksin TBC di Indonesia.”
- Syaifullah, Endy. “Saatnya Kita Kritis dan Solutif: Menjawab Tudingan Hoaks soal Efek Samping Vaksin COVID-19 dengan Ilmiah dan Bijak.” www.qulbi.com