You are currently viewing Lemak Bukan Musuh: Bongkar Kebohongan Nutrisi Terbesar Abad Ini dan Kembalilah Makan Seperti Nenek Moyang Kita

Lemak Bukan Musuh: Bongkar Kebohongan Nutrisi Terbesar Abad Ini dan Kembalilah Makan Seperti Nenek Moyang Kita

0Shares

Pendahuluan: Ketika Sains Dibajak oleh Ego dan Kepentingan

Bayangin kamu hidup di dunia yang selama 67 tahun dibilang bahwa lemak jenuh itu jahat, bikin pembuluh darah tersumbat, bikin jantung rusak, bikin umur pendek. Padahal… semua itu berdasar pada kebohongan yang dipoles rapi jadi “fakta ilmiah”.

Dan yang lebih menyedihkan? Sampai hari ini, masih banyak orang terdidik di negeri ini yang belum sadar, atau mungkin masih takut buat “unlearn” apa yang selama ini diajarkan. Jadi, yuk kita buka tabirnya bareng-bareng.

1. Kebohongan yang Merubah Dunia: Studi Ancel Keys yang Dipelintir

Tahun 1958, seorang fisiolog asal AS bernama Dr. Ancel Keys melakukan studi tentang hubungan antara konsumsi lemak dan risiko serangan jantung di 22 negara. Tapi setelah melihat datanya, ternyata gak ada korelasi yang konsisten. Nah, di sinilah plot twist-nya…

Keys lalu buang data dari 16 negara yang gak cocok dengan teorinya—termasuk Prancis dan Jerman yang makannya tinggi lemak tapi rendah penyakit jantung. Dia sisain 6 negara saja yang kelihatannya mendukung argumen dia.

Hasil manipulasi itu lalu dipublikasikan besar-besaran, masuk ke kebijakan pemerintah, bahkan masuk ke kurikulum kesehatan dan gizi di seluruh dunia.

Sejak itu, dunia mulai takut sama lemak, mulai lari ke makanan “rendah lemak” tapi tinggi gula, tinggi karbo, dan penuh zat aditif. Dan hasilnya? Ledakan obesitas, diabetes, penyakit jantung, bahkan gangguan hormonal.

2. Trans-Fat: Si Penjahat Sebenarnya yang Dibiarin Lolos

Lemak jenuh dari alam—seperti daging, telur, santan, butter—difitnah habis-habisan, padahal di negara-negara yang disalahkan karena tingginya penyakit jantung (seperti AS, Kanada, Inggris), lemak utama mereka adalah margarin alias trans-fat, lemak buatan yang benar-benar bikin pembuluh darah rusak.

Trans-fat ini bikin lemak di tubuh jadi seperti plastik—gak bisa diurai, nyangkut di jaringan, bikin inflamasi kronis. Tapi dalam studi Ancel Keys, hal ini gak dibedakan. Semua lemak disamaratakan sebagai ‘jahat’.

Apa Itu Trans Fat?

Trans fat (lemak trans) adalah lemak buatan manusia yang muncul dari proses hidrogenasi parsial, yaitu ketika minyak nabati cair diubah jadi padat dengan menyuntikkan gas hidrogen. Ini bukan proses alami—ini rekayasa industri makanan.

Tujuannya? Supaya minyak:

  • Tahan lama di rak toko,
  • Stabil dipanaskan berkali-kali (buat gorengan dan fast food),
  • Punya tekstur creamy kayak butter, tapi lebih murah.

Tapi efeknya? Mematikan. WHO menyatakan tidak ada batas aman untuk trans fat. Bahkan sedikit saja bisa:

  • Menurunkan HDL (kolesterol baik),
  • Meningkatkan LDL (kolesterol jahat),
  • Memicu peradangan dan penyumbatan pembuluh darah,
  • Meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke secara signifikan.
Baca Juga :  Nyeri Bukan Musuh, Tapi Pesan: Mengelola Rasa Sakit dengan Mind-Body Syndrome dan Thinking QULBI Method

Contoh Makanan yang Penuh Trans Fat

Kebanyakan kita tanpa sadar konsumsi trans fat tiap hari. Ini dia daftarnya:

  • Margarin padat dan shortening: banyak dipakai buat kue, roti, dan biskuit.
  • Minyak goreng bekas/jelantah: makin sering dipakai, makin tinggi trans fat-nya.
  • Gorengan kaki lima dan fast food: dari tempe goreng sampai kentang goreng, apalagi kalau minyaknya hitam.
  • Snack kemasan, cracker, dan roti tawar: produk renyah dan tahan lama biasanya mengandung lemak terhidrogenasi.
  • Popcorn microwave dan makanan siap saji: bisa jadi tinggi trans fat demi rasa dan umur simpan.

Lemak: Bukan Semua Sama

Analoginya begini:

Lemak itu kayak manusia. Ada yang tulus, ada yang manipulatif. Trans fat itu tukang tipu—pura-pura sehat, padahal bikin sakit.

  • Lemak sehat: dari alpukat, kelapa, ikan, dan kacang. Bantu kerja hormon dan otak.
  • Lemak jenuh alami: dari santan, daging, telur. Stabil dan aman, asal bukan dari hasil olahan pabrik.
  • Trans fat: hasil eksperimen industri. Bisa bikin tubuh “karatan” dari dalam.

3. TIME Magazine 2014: “Eat Butter” dan Dunia yang Mulai Sadar

Pada tahun 2014, Majalah TIME bikin gebrakan dengan cover legendaris bertuliskan “Eat Butter”. Artikel panjang di dalamnya membeberkan bahwa semua ketakutan terhadap lemak jenuh selama ini berdasar pada studi yang cacat metodologi. Ini kayak dunia akhirnya sadar bahwa kita selama ini ditakut-takuti tanpa alasan yang kuat.

Jadi, jangan heran kalau sekarang mulai banyak dokter, praktisi, dan ahli gizi modern yang berani bilang: “Baliklah ke makanan utuh, alami, dan tradisional. Jangan takut lemak.”

4. Ukur Risiko dengan Cara yang Benar: Rasio Trigliserida : HDL

Di Indonesia, banyak orang kalau cek lab, fokusnya ke kolesterol total dan LDL. Padahal dua angka itu seringkali menyesatkan.

Indikator yang lebih akurat untuk lihat risiko jantung dan metabolik adalah rasio Trigliserida : HDL.

  • Kalau rasionya < 2: aman
  • Kalau > 3: kudu waspada

Rasio ini lebih menggambarkan apakah tubuh kamu bisa mengolah lemak dengan baik atau malah menyimpannya sebagai penyakit.

Penelitian dari Cooper Institute tahun 2017 (Farrell, dkk.) bahkan membuktikan ini dengan studi jangka panjang pada 40 ribu orang selama 16 tahun. Jadi ini bukan teori doang—ini realita ilmiah yang bisa dijadikan pegangan.

5. Solusinya? Kembali ke Kebiasaan Makan Sehat: Eating di QULBI Habits

Nah, kak, semua kekacauan ini terjadi karena manusia jauh dari fitrah makan. Itulah kenapa di QULBI Method, kakak mengembangkan satu elemen penting yang disebut Eating Habits.

Eating ala QULBI bukan sekadar “makan sehat”, tapi makan sesuai kebutuhan struktur tubuh dan keseimbangan metabolik. Beberapa prinsip utamanya:

  • Utamakan makanan utuh dan alami: telur kampung, santan, daging segar, buah lokal, sayur rebus, bukan makanan ultra-proses.
  • Jangan takut lemak alami, tapi hindari minyak industri, margarin, dan gorengan berulang kali pakai.
  • Minimalkan karbo rafinasi kayak gula putih, roti tawar, mie instan, karena mereka biang inflamasi.
  • Pakai herbal dan suplemen sesuai akar masalah tubuh, bukan asal minum.
  • Makanlah dengan tenang, bersyukur, dan secukupnya. Kadang masalah kita bukan di makanan, tapi di cara kita makan.
Baca Juga :  Thinking Habits: Sehat Bebas Nyeri Dimulai dari Qalbu atau Pikiran yang Baik, Biidznillah!

Dan satu lagi yang sering dilupakan—daging kambing. Banyak orang masih takut makan kambing karena katanya bikin kolesterol naik, padahal kalau tubuh kakak sehat secara metabolik dan pola makannya udah dibenerin, kambing justru sumber protein dan lemak baik yang sangat fitrah.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menyukai bagian daging kambing, terutama bagian paha.

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bercerita,
“Kami pernah bersama Nabi dalam sebuah undangan. Kemudian dibawakanlah paha kambing, dan beliau menyukainya. Lalu beliau menggigitnya satu gigitan.”
(HR. Bukhari 3340 & Muslim 501)

Jadi kalau mau makan sate kambing, ya silakan! Asal dari kambing yang sehat, dimasak dengan cara yang baik (jangan dibakar gosong ya, cukup setengah matang dan tidak pakai kecap instan yang penuh gula), lalu dimakan secukupnya sambil bersyukur. Itu malah jadi bagian dari gaya hidup sehat ala QULBI Method.

Makan kambing itu bukan dosa—yang dosa tuh kalau kebanyakan karbo, gula, dan minyak rusak tapi masih ngaku “diet sehat”.

Penutup: Sudah Saatnya Kita Berani Berubah

Kita gak bisa terus hidup dalam ketakutan palsu. Lemak alami bukan musuh, tapi bagian dari keseimbangan tubuh yang Allah ciptakan. Makan seperti nenek moyang kita, bukan seperti iklan makanan industri.

QULBI Method hadir untuk mengembalikan kamu ke pola makan yang masuk akal, berdasarkan data, dan sesuai dengan fitrah tubuh. Jadi, yuk mulai detoks pikiran dulu—karena sebelum sembuh dari penyakit, kita harus sembuh dari kebohongan

Referensi :

  • Keys, A. (1953). Atherosclerosis: A problem in newer public health. J. Mt. Sinai Hosp.
  • Teicholz, N. (2014). The Big Fat Surprise. Simon & Schuster.
  • Mozaffarian, D. et al. (2006). Trans fats and cardiovascular disease. N Engl J Med, 354(15), 1601–1613.
  • Time Magazine. (2014). Eat Butter: Scientists labeled fat the enemy. Why they were wrong.
  • Krauss, R.M. et al. (2006). AHA Diet and Lifestyle Recommendations. Circulation.
  • Farrell, S.W. et al. (2017). Triglyceride to HDL ratio and risk of heart disease. Am J Cardiol, 120(8), 1231–1236.
  • Syaifullah, E. (2025). QULBI Method sebagai Solusi Nyeri Holistik. Griya Sehat QULBI.
    www.qulbi.com
0Shares

Griya Sehat QULBI

Spesialis Terapi Nyeri Bekasi

Tinggalkan Balasan